Di sisi lain, mereka tak pernah puas untuk terus menambah pundi-pundi kekayaan mereka, bahkan "andaikan mereka memiliki dua gunung harta niscaya mereka mengharapkan yang ketiganya, hingga tak ada yang memuaskan perut mereka kecuali tanah (kematian)". (HR Bukhari). Dan, mereka tak akan rela untuk kehilangan sepeser pun darinya, bahkan andai kata mereka menguasai pundi-pundi kekayaan milik Allah (QS 17: 100).
Dalam beribadah, mereka menjadikan materi sebagai tolok ukur. Apabila mereka mendapat kebaikan dalam bentuk materi mereka merasa ibadah mereka bermanfaat, namun jika sebaliknya mereka merasa ibadah mereka sia-sia (QS 22: 11).
Sebagian di antara mereka juga ada yang menghitung-hitung secara matematis infaknya yang berlipat ganda dan berharap kekayaan beranak pinak. Mereka salah memahami bahwa janji Allah itu untuk melipatgandakan kebaikan yang mereka dapatkan (QS 9: 121) dan bukan mengalikan angka nominal yang mereka sumbangkan. Dampaknya, pada saat mereka tidak segera mendapatkan kekayaan, mereka protes pada Allah dan berputus asa dari rahmat-Nya. Naudzubillah.
"Sesungguhnya Kami telah menunjukkan padanya (manusia) jalan yang lurus, ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir."(QS 76: 3). Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar